Rabu, 12 Mei 2010

PENGARUH GLOBALISASI DAN HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL TERHADAP PEMBANGUNAN HUKUM EKONOMI SYARIAH INDONESIA

PENGARUH GLOBALISASI EKONOMI DAN HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL TERHADAP PEMBANGUNAN HUKUM EKONOMI SYARIAH INDONESIA

Baru-baru ini, UU No 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama, telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. Kelahiran Undang-Undang ini membawa implikasi besar terhadap perundang-indangan yang mengatur harta benda, bisnis dan perdagangan secara luas. Pada pasal 49 point i disebutkan dengan jelas bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang –orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah.
Dalam penjelasan UU tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi : a. Bank syariah, 2.Lembaga keuangan mikro syari’ah, c. asuransi syari’ah, d. reasurasi syari’ah, e. reksadana syari’ah, f. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, g. sekuritas syariah, h. Pembiayaan syari’ah, i. Pegadaian syari’ah, j. dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan k. bisnis syari’ah. Amandemen ini membawa implikasi baru dalam sejarah hukum ekonomi di Indonesia. Selama ini, wewenang untuk menangani perselisihan atau sengketa dalam bidang ekonomi syariah diselesaikan di Pengadilan Negeri yang notabene belum bisa dianggap sebagai hukum syari’ah. Dalam prakteknya, sebelum amandemen UU No 7/1989 ini, penegakkan hukum kontrak bisnis di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek (BW), kitab Undang-undang hukum sipil Belanda yang dikonkordansi keberlakuannya di tanah Jajahan Hindia Belanda sejak tahun 1854 ini, sehingga konsep perikatan dalam Hukum Islam tidak lagi berfungsi dalam praktek formalitas hukum di masyarakat, tetapi yang berlaku adalah BW.
Secara historis, norma-norma yang bersumber dari hukum Islam di bidang perikatan (transaksi) ini telah lama memudar dari perangkat hukum yang ada akibat politik Penjajah yang secara sistematis mengikis keberlakuan hukum Islam di tanah jajahannya, Hindia Belanda. Akibatnya, lembaga perbankan maupun di lembaga-lembaga keuangan lainnya, sangat terbiasa menerapkan ketentuan Buku Ke tiga BW (Burgerlijk Wetboek) yang sudah diterjemahkan. Sehingga untuk memulai suatu transaksi secara syariah tanpa pedoman teknis yang jelas akan sulit sekali dilakukan.
Urgensi Kodifikasi
Ketika wewenang mengadili sengketa hukum ekonomi syariah menjadi wewenang absolut hakim pengadilan agama, maka dibutuhkan adanya kodifikasi hukum ekonomi syariah yang lengkap agar hukum ekonomi syariah memiliki kepastian hukum dan para hakim memiliki rujukan standart dalam menyelesaikan kasus-kasus sengketa di dalam bisnis syari’ah. Dalam bidang perkawinan, warisan dan waqaf, kita telah memiliki KHI (Kompilasi Hukum Islam), sedangkan dalam bidang ekonomi syariah kita belum memilikinya. Kedudukan KHI secara konstitusional, masih sangat lemah, karena keberadaannya hanyalah sebagai inpres. Karena itu dibutuhkan suatu aturan hukum yang lebih kuat yang dapat menjadi rujukan para hakim dalam memutuskan berbagai persoalan hukum . Untuk itulah kita perlu merumuskan Kodifikasi Hukum Ekonomi Islam, sebagaimana yang dibuat pemerintahan Turki Usmani bernama Al-Majallah Al-Ahkam al-’Adliyah yang terdiri dari 1851 pasal. Kodifikasi adalah himpunan berbagai peraturan menjadi undang-undang atau hal penyusunan kitab perundang-undangan Dalam sejarahnya, formulasi suatu hukum atau peraturan dibuat secara tertulis yang disebut jus scriptum. Dalam perkembangan selanjutnya lahirlah berbagai peraturan-peraturan dalam bentuk tertulis tersebut yang disebut corpus juris. Setelah jumlah peraturan itu menjadi demikian banyak, maka dibutuhkan sebuah kodifikasi hukum yang menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Para ahli hukum dan hakim pun berupaya menguasai peraturan-peraturan itu dengan baik agar mereka bisa menyelesaikan berbagai macam persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat dengan penuh keadilan dan kemaslahatan..
Berdasarkan dasar pemikiran itu, maka hukum ekonomi syariah yang berasal dari fikih muamalah, yang telah dipraktekkan dalam aktifitas di lembaga keuangan syariah, memerlukan wadah perundang-undangan agar memudahkan penerapannya dalam kegiatan usaha di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut. Dalam pengambilan keputusan di Pengadilan dalam bidang ekonomi syariah dimungkinkan adanya perbedaan pendapat. Untuk itulah diperlukan adanya kepastian hukum sebagai dasar pengambilan keputusan di Pengadilan. Terlebih lagi dengan karakteristik bidang muamalah yang bersifat “elastis dan terbuka” sangat memungkinkan berfariasinya putusan-putusan tersebut nantinya yang sangat potensial dapat menghalangi pemenuhan rasa keadilan. Dengan demikian lahirnya Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah dalam sebuah Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata Islam menjadi sebuah keniscayaan.
Sebagaimana dimaklumi bahwa formulasi materi Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah tidak terdapat dalam Yurisprudensi di lembaga-lembaga peradilan Indonesia. Meskipun demikian, yurisprudensi dalam kasus yang sama bisa dirujuk sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip hukum ekonomi syariah. Artinya, keputusan hukum masa lampau itu difikihkan, karena dinilai sesuai dengan syariah. Jadi pekerjaan para mujtahid ekonomi syariah Indonesia, bukan saja merumuskan hukum ekonomi baru yang berasal dari norma-norma fikih/syariah, tetapi bagaimana bisa memfikihkan hukum nasional yang telah ada. Hukum nasional yang bersumber dari KUH Perdata (BW), kemungkinan besar banyak yang sesuai syariah, maka materi dan keputusan hukumnya dalam bentuk yurusprudensi bisa ditaqrir atau diadopsi.
KUH Perdata (BW) yang mengambil masukan dari Code Civil Perancis ini dalam pembuatannya mengambil pemikiran para pakar hukum Islam dari Mesir yang bermazhab Maliki, sehingga tidak aneh apabila terdapat banyak kesamaan prinsip-prinsip dalam KUH Perdata dengan ketentuan fikih Muamalah tersebut, seperti hibah, wadi’ah dan lain-lain. Selain itu, yurisprudensi putusan ekonomi syariah, mungkin juga bisa dicari dari penerapan hukum adat di dalam putusan pengadilan yang ada di negara kita yang sedikit banyak telah diinspirasikan oleh ketentuan hukum Islam. Yang paling bagus adalah merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam yang pernah dibuat di zaman Kekhalifahan Turki Usmani yang disebut Majalah Al-Ahkam Al-Adliyah” KUH Perdata Islam ini dapat dikembangkan dan diperluas bahasannya disesuaikan dengan perkembangan aktivitas perekonomian di zaman modern ini.
Selain itu, penyusunan Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah atau Hukum Perdata Islam, harus menggunakan ilmu ushul fiqh dan qawa’id fiqh. Disiplin ini adalah metodologi yurispridensi Islam yang mutlak diperlukan para mujtahid. Dengan demikian maqashid syariah perlu menjadi landasan perumusan hukum. Metode istihsan, urf, sadd zariah, dan pertimbangan-pertimbangan ‘kemaslahatan’ menjadi penting. Dengan demikian, diharapkan, selain akan dapat memelihara dan menampung aspirasi hukum serta keadilan masyarakat, Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah juga akan mampu berperan sebagai perekayasa (social enginaring) masyarakat muslim Indonesia. Secara teoritis penerapan Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia ini dapat terwujud melalui peran penting pemerintah ‘Political Will’ Penguasa, sebagaimana telah diterapkan pada Kompilasi Hukum Islam yang ada sekarang ini. Untuk menyusun Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah, peran Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) sangat penting, mengingat IAEI adalah kumpulan para pakar ekonomi syariah Indonesia dari berbagai perguruan tinggi terkemuka.
sumber :www. google.com

membumikan ekonomi syariah di indonesia

Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
Sejarah pergerakan ekonomi Islam di Indonesia sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1911, yaitu sejak berdirinya organisasi Syarikat Dagang Islam yang dibidani oleh para entrepreneur dan para tokoh Muslim saat itu. Bahkan jika kita menarik sejarah jauh ke belakang, jauh sebelum tahun 1911, peran dan kiprah para santri (umat Islam) dalam dunia perdagangan cukup besar. Banyak penelitian para ahli sejarah dan antropologi yang membuktilan fakta tersebut. Dalam buku Pedlers and Princes, (1955), Clifford Geertz, antropolog AS terkemuka, menyatakan bahwa di Jawa, para santri reformis mempunyai profesi sebagai pedagang atau wirausahawan dengan etos entrepreneurship yang tinggi. Sementara dalam buku “The Religion of Java” (1960), Geertz menulis, “Pengusaha santri (muslim) adalah mereka yang dipengaruhi oleh etos kerja Islam yang hidup di lingkungan di mana mereka bekerja. Fakta ini merupakan hasil studi, Clifford Geertz, dalam upaya untuk menyelidiki siapa di kalangan muslim yang memiliki etos entrepreneurship seperti “Etik Protestantisme”, sebagaimana yang dimaksud oleh Max Weber. Dalam penelitian itu, Geertz menemukan, etos itu ada pada kaum santri yang ternyata pada umumnya memiliki etos kerja dan etos kewiraswastaan yang lebih tinggi dari kaum abangan yang dipengaruhi oleh elemen-elemen ajaran Hindu dan Budha.
Dapatlah dikatakan perkembangan ekonomi syariah yang marak dewasa ini merupakan cerminan dan kerinduan ummat Islam Indonesia untuk kembali menghidupkan semangat para entrepreneur muslim masa silam dalam dunia bisnis dan perdagangan, sebagaimana juga menjadi ajaran Nabi Muhammad Saw dan sunnah yang diteladankannya kepada umatnya. Dalam masa yang panjang peran umat Islam dalam dunia bisnis dan perdagangan di Indonesia cendrung termarginalkan. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia mulai mendapatkan momentumnya untuk tumbuh kembali, semenjak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992, setelah mendapat legitimasi legal formal dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dua tahun setelah BMI berdiri, berdiri pula Asuransi Syariah Takaful di tahun 1994. Berbarengan dengan itu, tumbuh pula 78 BPR Syariah. Pada tahun 1996 berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah BMT. Namun Lembaga Perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah masih sangat langka. Tercatat, IAIN-SU Medan menjadi Perguruan Tinggi pertama di Indonesia yang membuka Program Studi D3 Manajemen Bank Syari’ah sebagai hasil kerja Forum Kajian Ekonomi dan Bank Islam (FKEBI) yang lahir tahun 1990 sebagai realisasi kerjasama dengan IIUM Malaysia. Tazkia, SEBI dan STIE Jogyakarta belum berdiri saat itu.

Setelah terjadi krisis 1997, hampir seluruh bank konvensional dilkuidasi karena mengalami negative spread, kecuali bank yang mendapat rekap dari pemerintah melalui BLBI dalam jumlah besar mencapai Rp 650 triliun. Bank-bank konvensional itu bisa diselamatkan dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak.
Krisis tersebut membawa hikmah bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Pemerintah dan DPR mengeluarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No 7/1992. Pasca UU tersebut sejumlah bank konversi kepada syariah dan membuka unit usaha syariah. Perkembangan itu selanjutnya diikuti oleh lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya, seperti asuransi syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah. obligasi syariah, pegadaian syariah dan sebelumnya telah berkembang lembaga keuangan mikro syariah BMT.

Dari perkembangan lembaga perbankan dan keuangan syariah tersebut perlu dicatat. Pertama, bank syari’ah telah menunjukkan ketangguhannya dalam masa krisis moneter. Ketika bank-bank konvensional mengalami likuidasi, bank syariah dapat bertahan, karena sistemnya bagi hasil, sehingga tidak wajib membayar bunga pada jumlah tertentu kepada nasabah sebagaimana pada bank konvensional. Kedua, pemerintah telah mengorbankan kepentingan rakyat untuk membantu bank-bank raksasa agar bisa bertahan dengan BLBI yang disusul dengan pembayaran bunga obligasi dan SBI dalam jumlah ratusan triliunan rupiah. Secara ekonomi kenegaraan, Bank-bank konvensional ribawi sesungguhnya adalah parasit bagi perekonomian negara, karena bank riba tersebut telah menguras dana APBN setiap tahun dalam jumlah yang sangat besar. Ketiga, bank-bank syariah sepeserpun tidak dibantu pemerintah, sementara bank konvensional telah menguras kocek keuangan negara mencapai Rp 650 triliunan. Keempat, NPL (kredit bermasalah) bank-bank konvensional sangat tinggi, di atas 20 %. Bahkan NPL bank terbesar mencapai 24 %. Jauh dari ketentuan Bank Indonesia yakni 5%, Sementara NPL bank syariah sangat kecil, sekitar 2 % an. Ini menunjukkan keunggulan bank syariah. Kelima, FDR bank syariah senantiasa tinggi, dalam masa yang panjang bertengger di atas 100 %. Ini menunjukkanbahwa dana pihak ketiga bersifat produktif/diinvestasikan kepada usaha masyarakat. Sementara bank konvensional cukup lama bertengger di angka 30-40 %. Walaupun kini LDRnya di atas 50-60 % namun secara riil, fungsi intermediasinya masih sangat rendah. Hal ini sekaligus menjadi beban negara, karena penempatan dananya di SBI meniscayakan bunga. Membayar bunga SBI tetap menjadi beban rakyat Indonesia yang mayoritas miskin.

Berdasarkan kinerja bank-bank syariah dan lembaga keuangan syariah yang sangat bagus, sementara lembaga-lembaga perbankan konvensional telah mendatangkan mafsadat dan mudarat dengan sistem riba, maka menjadi keniscayaan bagi bangsa Indonesia untuk menjadikan ekonomi Islam sebagai solusi ekonomi Indonesia untuk kelujar dari krisis dan lebih resistenm dalam menghadapi gejolak krisis.
Sistem ekonomi ribawi bersama perangkat-perangkatnya berupa maysir, gharar dan batil, telah terbukti membawa penderitaan yang memilukan bagi bangsa Indonesia. Sehubungan dengan itu upaya pembumian ekonomi syariah menjadi sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan. Sehubungan dengan itu, perlu diperhatikan. Pertama, peranan pemerintah menjadi penting, tidak saja dari segi regulasi dan legal formal, tetapi juga keberpihakan yang riil kepada lembaga perbankan dan keuangan syari’ah dalam kebijakan ekonomi dan pembangunan, seperti suntikan modal, pembiayaan proyek pembangunan, tabungan dan setoran haji, pendirian Asuransi dan Bank BUMN Syariah, dsb. Kedua, Harus diakui bahwa, pembumian ekonomi syariah, tidak hanya bisa bergantung pada lembaga keuangan syariah itu sendiri, tidak juga hanya bergantung pada peran pakar seperti IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam), tetapi semua steakholder harus bekerjasama dan bersinergi secara solid, sistimatis dan terencana baik pemerintah, ulama, parlemen (DPR/DPRD), perguruan tinggi, pengusaha (hartawan muslim), ormas Islam dan masyarakat Islam pada umumnya. Mereka harus bersinergi melakukan berbagai upaya terobosan untuk mempercepat perkembangan ekonomiah. Ketiga, Sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang ekonomi syariah harus terus-menerus dilakukan, karena tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang ekonomi syariah masih sangat rendah. Di sinilah peran strategis Indonesia Syariah Expo (ISE) yang digelar oleh Masyarakat Ekonomi Syariah bersama elemen-elemen Ekonomi Syariah lainnya, seperti DSN, IAEI, PKES dan ASBISINDO.
ISE diharapkan menjadi ajang promosi ekonomi syariah paling akbar bagi lembaga perbankan, keuangan serta segala bentuk bisnis syariah.
Selain itu, momentum ISE diharapkan menjadi sarana perekat silaturrahmi produktif dan aliansi strategis bagi para praktisi, akademisi, ulama dan pemerintah dalam mempromosikan dan membumikan ekonoimi syari’ah di Indonesia. Untuk itulah MES menggelar MUNAS Pertama pada momentum tersebut yang mengambil tempat di arena ISE tersebut. Selain itu Ikatan Ahli Ekonomi islam IndonEsia juga menggelar Forum Silaturrahmi Nasional pengurus IAEI untuk membicarakan berbagai agenda penting, antara lain Arsitektur Ekonomi Syariah Indonesia yang akan segera diserahkan kepada Presiden dan Wapres RI.
Refrensi :
www.bing.com
blogger.Agustianto.

Jumat, 16 April 2010

Sistem Ekonomi Syariah (Islam): Sistem Anti Krisis, Adil Dan Menyejahterakan Umat Manusia
Krisis keuangan global yang terjadi di dunia mulai kuartal IV tahun 2008 yang lalu belum menunjukkan tanda-tanda reda. Krisis bahkan mulai menunjukkan efeknya. Di Indonesia gelombang PHK besar-besaran terjadi pada tahun 2009 ini. Menurut pemerintah lebih dari 2 juta tenaga kerja akan mengalami PHK. Angka PHK ini akan menambah jumlah pengangguran yang sudah ada di negri ini.
Efek krisis keuangan kali ini begitu dasyat sehingga dapat disamakan dengan ‘great depression” tahun 1929-1930 an. Bedanya krisis keuangan pada tahun ini memukul seluruh negara di dunia sedangkan ‘great depression’ hanya memukul AS. Para pemimpin dunia sibuk mengatasi krisis keuangan. Para ahli moneter kembali mengkaji tentang system moneter dunia yang memang rentan krisis.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap nasib umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Daerah Jepara sebagai bagian dari MHTI, MHTI sebagai bagian dari Hizbut Tahrir (HT) secara global ikut memikirkan dan bertanggung jawab untuk menyelamatkan krisis yang melanda Indonesia secara khusus dan dunia umumnya. Sumbangsih HT tampak pada solusinya yang cerdas dan fundamental yang menyelesaikan pada akar masalahnya.
Sebagai gerakan Islam, HT memaparkan semua solusi terhadap permasalahan umat manusia dalam sudut pandang Islam, tak terkecuali krisis keuangan global sekarang ini. Inilah yang mendasari seminar muslimah yang mengambil tema “Menggagas Sistem Ekonomi Islam untuk Menyelamatkan Bangsa dari Krisis Global” pada hari Sabtu, 24 Januari 2009 yang lalu.
Seminar di gedung Serbaguna Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara yang dimulai jam 8.30 dan berakhir jam 12.30 yang menghadirkan dua pembicara. Pembicara pertama adalah Ekawati Rahayuningsih, SH MM selaku dosen ekonomi islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus. Pembicara kedua berasal dari Muslimah HTI Jepara, Eni Sulistiyawati, SE. Pembicara pertama memaparkan fakta krisis yang dimulai dari krisis keuangan di Amerika yang pasti akan menjalar ke seluruh negara di dunia. Semua negara tak akan selamat dari krisis, tambahnya. Masih menurut Ekawati, para pemimpin dunia sibuk mengadakan program ‘penyelamatan’ yang tidak tanggung-tanggung senilai 3,4 trilyun dollar AS (Negara Asia : 8 miliar dollar AS).
Sedangkan pembicara kedua berbicara tentang solusi Islam mengatasi krisis keuangan global. Dalam makalahnya berjudul “Sistem Syariah: Sistem Ekonomi Anti Krisis”, membahas solusi yang cerdas dalam sudut pandang Islam. Menurutnya HT sangat concern membicarakan segala sesuatu dari sudut pandang Islam, tak terkecuali krisis keuangan. Masih menurutnya, Islam mampu mengatasi krisis, bahkan segala krisis karena ia datang dari Sang Maha Sempurna, Tanpa Cacat. Dan solusinya pasti adil dan menyejahterakan umat manusia secara keseluruhan. Makalahnya memaparkan pangkal krisis dan solusinya sebagai berikut :
1. Dilepaskannya emas dan perak sebagai mata uang dan digantikannya dengan dolar yang tidak berbasis emas. Inilah pangkal krisis yang pertama. Solusinya adalah menggantikan kembali dolar kepada emas dan perak sebagai mata uang.
2. Pangkal krisis yang kedua adalah bunga bank konvensional sebagai salah satu bentuk riba yang jelas diharamkan dalam Islam. Salah satu argumennya adalah bunga bank memacetkan proses produksi. Solusinya adalah menggantika bunga bank dengan system syirkah Islami (inan, abdan, wujuh, muwafadah) pada level individu dan kelompok.
3. Judi juga memiliki andil dalam krisis yang ada. Adanya bursa saham yang penuh spekulatif merupakan salah satu bentuk judi yang nyata. Solusinya tinggalkan judi dan beralih pada sector riil yang meningkatkan produktivitas.
4. Adanya kekaburan fakta kepemilikan pada level individu ketika melakukan transaksi jual beli memperburuk krisis yang ada. Jual beli yang tidak diketahui siapa yang jelas pemiliknya bahkan dapat dipindahkan berkali-kali sangat diharamkan dalam Islam. Solusinya: meninggalkan aktivitas itu semua.
5. Tak kalah pentingnya adalah adanya individu yang bebas boleh menguasai kepemilikan umum. Kepemilikan umum seperti barang tambang, energi, listrik, air dan hutan yang seharusnya dikuasai rakyat dan dikelola oleh negara dikuasai oleh individu/segelintir orang menyebabkan krisis keuangan dan krisis multidimensi lainnya yang sangat parah. Solusinya secara individu meninggalkan sifat rakus/tamak dan pada level negara, Negara harus mengadopsi system ekonomi Islam.
Ia menambahkan bahwa penerapan system ekonomi islam tidak dapat terwujud tanpa institusi politik Islam yaitu Daulah Khilafah Rasyidah.
Seminar yang dihadiri lebih dari 100 orang dari berbagai perwakilan lapisan masyarakat mulai ormas, parpol, majelis taklim, sekolah negeri maupun swasta dan umum ini tampak ramai dengan waktu diskusi yang disediakan oleh panitia. Pesera umumnya mengerti kerusakan system ekonomi kapitalis dan mengharapkan system ekonomi Islam tampil di muka bumi. Pada akhirnya tampak jelas dihadapan kita bahwa system ekonomi kapitalis ini selalu menimbulkan krisis dari waktu ke waktu dan tampak kerusakan yang nyata. Akankah kita masih mempercayai dan mempergunakan system ekonomi kapitalisme ini? Belumkah kita mau mempergunakan system yang terbukti adil, system ekonomi Islam? (mhti-jepara)




Bisnis Syariah Adalah Solusi, Bukan Alternatif!

Sistem ekonomi syariah awal kehadirannya di Indonesia hanya dijadikan sebagai alternatif solusi krisis moneter, namun saat ini ekonomi syariah tidak lagi hanya sekadar menjadi alternatif, tetapi ekonomi syariah menjadi solusi dalam berbagai persoalan umat manusia. Demikian diungapkan Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) KH Ma'ruf Amin menanggapi peranan ekonomi syariah dalam pertumbuhan ekonomi Nasional.
"Fakta sudah berbicara, bahwa sistem ekonomi konvensional yang selama ini diterapkan banyak negara di dunia, tidak hanya merugikan tetapi juga membahayakan umat manusia. Karena sistem ekonomi konvensional, yang diuntungkan hanyalah kelompok tertentu, bukan orang banyak, " jelasnya.
Sebaliknya, menurutnya, ekonomi syariah justru membawa perbaikan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Seperti yang terjadi saat krisis moneter 1997 silam, lembaga keuangan syariah di Indonesia, khususnya bank syariah, mampu bertahan dengan baik. Sedangkan bank-bank konvensional yang diandalkan menjadi roda ekonomi, mengalami masa sulit.
Lebih lanjut Ma'ruf Amin mengatakan, keunggulan ekonomi syariah sudah tidak diragukan lagi. "Sudah banyak contoh keunggulan ekonomi syariah. Sayangnya, masih banyak masyarakat muslim yang belum melaksanakannya secara konsekuen, " ujarnya.
Ia menjelaskan, ekonomi syariah mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, antikorupsi, dan eksploitasi. Artinya, misi utamanya menegakkan nilai-nilai akhlak dalam aktivitas bisnis, baik individu, perusahaan, ataupun negara.
Senada diungkapkan Pakar Ekonomi Syariah Adiwarman A Karim, dibandingkan dengan ekonomi konvensional, pertumbuhan ekonomi syariah jauh lebih pesat. Meskipun faktanya, aset perbankan syariah hingga saat ini belum mencapai dua persen pada tahun 2007. Namun Ia optimis, target Bank Indonesia terhadap pangsa pasar syariah sebesar lima persen di akhir tahun 2008 ini akan tercapai.
"Sebagai praktisi perbankan syariah, saya tetap optimis ekonomi syariah akan berkembang lebih baik, " ungkapnya.(novel/ht)

Sumber : eramuslim.com
EKONOMI SYARIAH
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam[1]. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan[2]. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah[3].
Perbedaan ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ekonomi syariah vs ekonomi konvensional
Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil[4]. Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim[1], ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan[5]. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.
Ciri khas ekonomi syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi[6]. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi[2]. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan"[7]. Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275[8] disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba[9] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[10]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..STOP
WAWASAN NUSANTARA

A.Wawasan Nasional Suatu Bangsa
Wawasan Nasional adalah cara pandang suatu bangsa yang telah menegara tentang
diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang serba terhubung (melalui interaksi
dan interrelasi) dan dalam pembangunannya di lingkungan nasional (termasuk lokal
dan propinsional), regional, serta global.

B.Teori-Teori Kekuasaan
1.Paham-paham kekuasaan
a) Paham Machiavelli (Abad XVII) di kenal dengan bukunya yang berjudul “The Prince”
Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil
berikut: Pertama,segala cara di halalkan dalam merebut & mempertahankan kekuasaan;
Kedua,untuk menjaga kekuasaan rezim,politik adu domba (devide et impera) adalah sah;
Ketiga,dalam dunia politik yang kuat pasti bertahan dan menang.
b) Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (Abad XVIII) berpendapat bahwa perang di masa
depan akan merupakan perang total yang mengerahkan segala daya upaya dan kekuatan
nasional.Dia berpendapat bahwa kekuatan politik harus di dampingi oleh kekuatan
logistik dan ekonomi nasional.Kekuatan ini juga perlu di dukung oleh kondisi sosial
budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi demi terbentuknya kekuatan hankam
untuk menduduki & menjajah negara-negara di sekitar Perancis.
c) Paham Jenderal Clausewitz (Abad XVIII) berpendapat bahwa perang adalah kelanjutan
politik dengan cara lain.Baginya, peperangan adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan
nasional suatu bangsa.
d) Paham Feuerbach dan Hegel
Paham materialisme Feuerbach dan teori sintesis Hegel menimbulkan dua aliran besar
Barat yang berkembang di dunia, yaitu kapitalisme dan komunisme.
e) Paham Lenin (Abad XIX) berpendapat bahwa perang adalah kelanjutan politik dengan
cara kekerasan.
f) Paham Lucian W.Pye dan Sidney
2. Teori-Teori Geopolitik
a) Pandangan Ajaran Frederich Ratzel
Pada abad ke-19, ia merumuskan untuk pertama kalinya Ilmu Bumi Politik sebagai
hasil penelitiannya yang ilmiah dan universal.
b) Pandangan Ajaran Rudolf Kjellen
Ia menegaskan bahwa negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai prinsip
Dasar.Negara merupakan satuan biologis, negara merupakan suatu sistem politik, negara
tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar.
c) Pandangan Ajaran Karl Haushofer
Pada dasarnya teori Karl Haushofer menganut teori Rudolf Kjellen dan bersifat
Ekspansif.
d) Pandangan Ajaran Sir Halford Mackinder
Ajarannya mengatakan barang siapa dapat menguasai “Daerah Jantung”, yaitu Eurasia,
Ia akan dapat menguasai “Pulau Dunia”, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika.Selanjutnya, barang
siapa dapat menguasai pulau dunia akhirnya dapat menguasai dunia.
e) Pandangan Ajaran Sir Walter Raleigh dan Alfred Thyer Mahan
Kedua ahli ini mempunyai gagasan “Wawasan Bahari” yaitu kekuatan di lautan.
Ajarannya mengatakan bahwa barang siapa menguasai lautan akan menguasai”perdagangan”
maka menguasai perdagangan berarti menguasai “kekayaan dunia” sehingga pada akhirnya
menguasai dunia.
f) Pandangan Ajaran W.Mitchel, A.Saversky, Giolio, dan John Frederik Charles Fuller
Keempat ahli ini berpendapat bahwa kekuatan di udara justru yang paling menentukan.
Mereka melahirkan teori “Wawasan Dirgantara” yaitu konsep kekuatan di udara.
g) Ajaran Nicholas J.Spykman
Ajaran ini menghasilkan teori yang dinamakan Teori Daerah Batas (Rimland), yaitu
teori wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut dan udara.

C. Ajaran Wawasan Nasional Indonesia
1. Paham Kekuasaan Bangsa Indonesia
Wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran tentang kekuasaan dan adu kekuatan, karena hal tersebut mengandung benih-benih persengketaan dan ekspansionisme.
2. Geopolitik Indonesia
Pemahaman tentang negara Indonesia menganut paham negara kepulauan, yaitu paham yang di kembangkan dari asas archipelago yang memang berbeda dengan pemahaman archipelago di negara Barat pada umumnya.
3. Dasar Pemikiran Wawasan Nasional Indonesia
Di tinjau dari latar belakang pemikiran berdasarkan falsafah Pancasila, aspek kewilayahan Nusantara, aspek Sosial Budaya, & aspek Sejarah Bangsa.

D. Latar Belakang Filosofis Wawasan Nusantara
1. Pemikiran Berdasarkan Falsafah Pancasila
Wawasan nasional yang dianut dan di kembangkan oleh bangsa Indonesia merupakan pancaran dari Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia.Karena itu, wawasan nasional Indonesia menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan tanpa menghilangkan ciri, sifat dan karakter dari kebhinnekaan unsur-unsur pembentuk bangsa (suku, etnis, golongan, serta daerah itu sendiri).
2.Pemikiran Berdasarkan Aspek Kewilayahan Nusantara
Wawasan nasional Indonesia yang memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi dan konstelasi geografis Indonesia mengharuskan tetap terpeliharanya keutuhan dan kekompakan wilayah, tetap dihargainya dan dijaganya ciri, karakter serta kemampuan (keunggulan dan kelemahan) masing-masing daerah, & diupayakannya pemanfaatan nilai lebih dari geografi Indonesia.
3. Pemikiran Berdasarkan Aspek Sosial Budaya
Proses sosial dalam keseluruhan upaya menjaga persatuan nasional sangat membutuhkan kesamaan persepsi di antara segenap masyarakat tentang eksistensi budaya yang sangat beragam namun memiliki semangat untuk membina kehidupan bersama secara harmonis.
4. Pemikiran Berdasarkan Aspek Kesejarahan
Wawasan kebangsaan Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menginginkan terulangnya perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara yang akan melemahkan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagai hasil kesepakatan bersama agar bangsa Indonesia setara dengan bangsa lain.

E. Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Nasional
1. Pengantar Implementasi Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara menjadi nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap strata di seluruh wilayah negara, sehingga menggambarkan sikap dan perilaku, paham serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi yang merupakan identitas atau jati diri bangsa Indonesia.
2. Pengertian Wawasan Nusantara
a) Berdasarkan Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat Tahun 1993 & 1998
b) Menurut Prof.DR.Wan Usman
c) Kelompok Kerja Wawasan Nusantara

F. Ajaran Dasar Wawasan Nusantara
1. Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Nasional Indonesia
Acuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara adalah wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia
2. Landasan Idiil : Pancasila
3. Landasan Konstitusional : UUD 1945

G. Unsur Dasar Konsepsi Wawasan Nusantara
1. Wadah (Contour)
Meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan alam & penduduk dengan aneka ragam budaya
2. Isi (Content)
Adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945.
3. Tata Laku (Conduct)
Merupakan hasil interaksi wadah & isi, yang terdiri dari tata laku batiniah & lahiriah.

H. Hakikat Wawasan Nusantara
Adalah keutuhan nusantara, dalam pengertian: cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional.

I. Asas Wawasan Nusantara
Asas wawasan nusantara terdiri dari: kepentingan yang sama, tujuan yang sama, keadilan, kejujuran, solidaritas, kerjasama & kesetiaan terhadap ikrar atau kesepakatan bersama demi terpeliharanya persatuan & kesatuan kebhinnekaan.

J. Arah Pandang
Dengan latar belakang budaya, sejarah, kondisi, konstelasi geografi, & perkembangan lingkungan strategis, arah pandang Wawasan Nusantara meliputi kedalam & keluar.

K. Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan
1. Kedudukan
a) Wawasan Nusantara menjadi landasan visional dalam menyelenggarakan kehidupan
nasional
b) Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional
2. Fungsi
Berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam menentukan
segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan & perbuatan bagi penyelenggara negara
di tingkat pusat & daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Tujuan
Bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat
Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan individu,
kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah.

L. Sasaran Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Nasional
Wawasan nusantara dapat di implementasikan ke dalam segenap pranata sosial yang berlaku di masyarakat dalam nuansa kebhinnekaan sehingga mendinamisasikan kehidupan sosial yang akrab, peduli, toleran, hormat dan taat hokum.

M. Pemasyarakatan / Sosialisasi Wawasan Nusantara
Dapat di lakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Menurut sifat / cara penyampaiannya dapat di laksanakan;
a) Langsung, terdiri dari ceramah, diskusi, dialog, tatap muka
b) Tidak langsung, terdiri dari media elektronik, media cetak
2. Menurut metode penyampaiannya yang berupa keteladanan, edukasi, komunikasi,
integrasi.

N. Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara
Tantangan itu antara lain :
1.Pemberdayaan rakyat yang optimal
2.Dunia yang tanpa batas
3.Era baru kapitalisme
4.Kesadaran warga negara

O. Prospek Implementasi Wawasan Nusantara
Prospek wawasan nusantara dalam era mendatang masih tetap relevan dengan norma-norma global.Untuk menghadapi gempuran nilai global, fakta kebhinnekaan dalam setiap rumusan yang memuat kata persatuan dan kesatuan perlu lebih di tekankan.

P. Keberhasilan Implementasi Wawasan Nusantara
Untuk mengetuk hati nurani setiap warga negara Indonesia agar sadar bermasyarakat, berbangsa, & bernegara, di perlukan pendekatan dengan program yang teratur, terjadwal, & terarah.Hal ini akan mewujudkan keberhasilan dari implementasi Wawasan Nusantara.Dengan demikian, wawasan nusantara terimplementasi dalam kehidupan nasional guna mewujudkan ketahanan nasional.
KETAHANAN NASIONAL


Ketahanan Nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ketahanan Nasional didasarkan pada pokok-pokok pikiran, sebagai berikut :

1. Manusia Berbudaya

dimana manusia yang berbudaya akan selalu mengadakan hubungan:
a. dengan Tuhan, disebut Agama,
b. dengan cita-cita, disebut Ideologi,
c. dengan kekuatan / kekuasaan, disebut Politik,
d. dengan pemenuhan kebutuhan, disebut Ekonomi,
e. dengan manusia, disebut Sosial,
f. dengan rasa keindahan, disebut Seni / Budaya,
g. dengan pemanfaatan alam, disebut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan
h. dengan rasa aman, disebut Pertahanan dan Keamanan.

2. Tujuan Nasional, Falsafah Bangsa, dan Ideologi Negara

Tujuan Nasioanal menjadi pokok pikiran dalam Ketahanan Nasional, baik dalam suatu organisasi maupun negara perlu ada kesiapan untuk menghadapi masalah-masalah internal dan eksternal dalam proses mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Falsafah dan Ideologi juga menjadi pokok pikiran. Hal ini tertuang dari makna Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi :
a. Alinea Pertama: “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu hak segala bangsa dan oleh
sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.”
b. Alinea Kedua: “…dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.”
c. Alinea Ketiga: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh
keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini Kemerdekaannya.”
d. Alinea Keempat: “Kemerdekaan dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan
berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.”

Pengertian & Hakikat Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia

Pengertiaan baku Rumusan Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi. Tannas berisi keuletan dan ketangguhan dalam mencapai Tujuan Nasional.

Pengertian & Hakikat Konsepsi Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia

Konsepsi Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi, dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara.

Asas-Asas Tannas Indonesia

Asas Ketahanan Nasional Indonesia adalah tata laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara, yang terdiri dari:
1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan
2. Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu
3. Asas Mawas ke Dalam dan Mawas ke Luar
a. Mawas ke Dalam bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat, dan kondisi kehidupan
nasional berdasarkan nilai-nilai kemandirian yang proporsional untuk meningkatkan
kualitas derajat kemandirian bangsa yang ulet dan tangguh.
b. Mawas ke Luar bertujuan mengantisipasi dan berperan serta mengatasi dampak
lingkungan strategis luar negeri dan menerima kenyataan adanya interaksi dan
ketergantungan dengan dunia internasional.
4.Asas Kekeluargaan

Sifat Ketahanan Nasional Indonesia
1. Mandiri
2. Dinamis
3. Wibawa
4. Konsultasi dan Kerjasama

Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Dari pemahaman tentang hubungan tersebut timbul gambaran bahwa Konsepsi Ketahanan Nasional akan menyangkut hubungan antaraspek yang mendukung kehidupan, yaitu:
1. Aspek yang berkaitan dengan alam bersifat statis, yang meliputi aspek Geografis,
aspek Kependudukan dan aspek Sumber Kekayaan Alam.
2. Aspek yang berkaitan dengan sosial bersifat dinamis, yang meliputi aspek Ideologi,
aspek Politik, aspek Sosial Budaya dan aspek Pertahanan dan Keamanan.

Pengaruh Aspek Ideologi

Ideologi adalah suatu sistem nilai sekaligus kebulatan ajaran yang memberikan motivasi.

a. Ideologi Dunia

1. Liberalisme
2. Komunisme
3. Paham Agama

b. Ideologi Pancasila

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
Perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sabtu, 03 April 2010

Pendidikan kewarganegaraan

Kemampuan warga negara
Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional. Kualitas warga negara akan ditentukan terutama oleh keyakinan dan sikap hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di samping derajat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang di pelajarinya.
Menumbuhka wawasan warga negara
Setiap warga negara repubklik Indonesia harus mengetahui ilmu pengetahuan,teknologi, dan seni yang merupakan misi atau tanggung jawab pendidikan kewarganegaraan untuk menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal persahabatan, pengertian antar bangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela negara, dan sikap serta perilaku yang bersendikan nilai-nilai budaya bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
Dasar pemikiran pendidikan kewarganegaraan
Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa, berbudi luhur, berdisiplin, beretos kerja, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional harus menumbuhkan jiwa patriotik, mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, dan sikap menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi ke masa depan.
Undang-undang nomor 2 tahun 1982 tentang system pendidikan nasional menyebutkan bahwa dan kurikulum dan isi pendidikan yang memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan terus ditingkatkan dan dikembangkan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Itu berarti bahwa materi intruksional pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi harus terus-menerus ditingkatkan, metodologi pengajarannya dikembangkan kecocokannya, dan efektifitas manajemen pembelajarannya, termasuk kualitas dan prospek pengajarannya dibenahi.
Kompetensi yang diharapkan
Kopetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang agar ia mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kopentensi lulusan pendidikan kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari seseorang warga negara dalam hubungan dengan negara, dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara, dan ketahanan nasional. Sifat cerdas yang dimaksud tersebut tampak pada kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan bertindak, sedangka sifat bertanggung jawab tampak pada kebenaran tindakan, ditilik dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, etika maupun kepatutan ajaran agama dan budaya.
Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan menumbuhkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab. Sikap ini disertai perilaku yang:
a. Beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa.
b. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Rasionalitas, dinamis dan sadar akn hak dan kewajiban sebagai warga negara.
d. Bersifat professional, yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
e. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serya seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan bernegara.
Melalui pendidikan kewarganegaraan, warga negara kesatuan republik Indonesia mampu memahami, menganalis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa, dan negara secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD1945